PONDOK PESANTREN ABU BAKR ASH-SHIDDIIQ AL ISLAMI

Pondok Pesantren Abu Bakr Ash-Shiddiiq Al-Islami
---upaya mentarbiyah umat menjadi muslim ta'at---

7 PEMBATAL PUASA

oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al'Utsaimin Rohimahullah










      
       1.  Jima’(bersetubuh)
·         Kapan saja seorang yang berpuasa melakukan hubungan dengan isterinya maka puasanya batal, baik itu puasa wajib atau puasa sunnah.
·         Jika hal itu dilakukan di siang hari ramadhan dan puasanya adalah puasa wajib, maka harus diganti dan membayar kaffaroh mugholazhoh; yaitu membebaskan budak, jika tidak menemukan budak bisa dengan puasa dua bulan berturut-turut, tidak boleh bolong walaupun satu hari selama dua bulan tersebut kecuali ada udzur syar’i seperti bertepatan dengan hari ‘Iedul Fithri, I’edul Adha, dan hari tasyriq yang ada larangan berpuasa. Atau karena udzur hissi, seperti jatuh sakit atau safar yang tidak dibuat-buat hanya untuk berbuka. Tetapi bila dia berbuka tanpa udzur walaupun satu hari saja maka harus mengulang dari awal lagi.
·         Apabila tidak mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut maka dengan memberi makan enam puluh orang miskin. Setiap orang miskin mendapat jatah setengah kilo sepuluh gram gandum yang baik. Boleh juga dengan beras tapi harus disesuaikan timbangannya, jika beras jenis barangnya lebih berat dari gandum maka ditambahkan takarannya sesuai dengan gandum, jika lebih ringan maka dikurangi takarannya. Dalam sebuah hadits, bahwasanya ada seorang shahabat yang telah melakukan hubungan dengan isterinya di (siang) ramadhan. Lalu dia meminta fatwa kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, maka beliau berkata, “Apakah kamu mendapati budak (untuk dibebaskan)?” orang tadi menjawab, tidak ada. Beliau melanjutkan, “apakah kamu mampu berpuasa dua bulan (berturut-turut)?” orang tadi menjawab, tidak mampu. Kemudian beliau berkata, “kalau begitu berilah makan enam puluh orang miskin.” (HR. Muslim)
2.      
      2. Keluar mani dengan kehendaknya, baik disebabkan ciuman, sentuhan, masturbasi, atau yang lainnya. Karena semua itu adalah syahwat yang mana puasa tidak akan teranggap kecuali dengan menjauhinya. Hal ini Sebagaimana dalam hadits qudsi, “Dia meninggalkan makannya, minumnya, dan syahwatnya hanya karena Aku.” (HR. Al-Bukhari)
    3. Makan dan minum, yaitu sampainya makanan dan minuman ke tenggorokan melalui mulut dan hidung, dalam bentuk apapun makanan dan minuman itu. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
{وكلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخيط الأبيض من الخيط الأسود من الفجر ثم أتموا الصيام إلى الليل}
“Dan makan minumlah hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam” (QS. Al-Baqarah: 187)
Dan sa’uth (obat yang dimasukkan ke hidung) masuk dalam kategori makan dan minum, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam hadits Laqith bin Sabirah, “Dan bersungguhlah engkau dalam beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) kecuali bila dalam keadaan puasa.” (Diriwayatkan oleh yang lima dan dishahihkan At-Tirmidzi)
4. Sesuatu yang bermakna makan dan minum, yaitu ada dua:
1.      Transfusi darah. Seperti seorang yang berpuasa mengalami perdarahan hebat sehingga membutuhkan transfusi darah. Yang seperti ini membatalkan puasa, karena darah adalah energi puncak dari makan dan minum. (Syaikh Al-Utsaimin berkata, ini adalah pendapat yang dahulu aku pegang. Kemudian tampak bagiku bahwa transfusi darah tidak membatalkan puasa, karena tidak masuk dalam kategori makan minum dan yang semakna dengannya. Hukum asal adalah tetapnya puasa hingga jelas ada sesuatu yang merusaknya.)
2.      Suntik infus. Seorang yang diinfus tidak akan butuh kepada makan dan minum. Ini juga membatalkan puasa. Karena walaupun infus tidak disebut makan dan minum, tetapi ia masuk dalam kategori keduanya, sehingga hukumnya juga sama.

Adapun suntik biasa tidak membatalkan puasa, baik disuntik melalui otot atau uratnya. Walaupun didapati ada rasa panas ditenggorokannya tetap tidak membatalkan puasa. Karena hal itu tidak disebut makan dan minum atau semakna dengan keduanya, sehingga hukumnya berbeda. Dan tidak menjadi masalah dengan didapatinya rasa di tenggorokan dari selain makan dan minum. Oleh karena itu para fuqoha’ kita berkata, “Seandainya dia melumuri telapak kakinya dengan buahhanzhol (sejenis labu yang pahit rasanya) dan dia mendapati rasanya di tenggorokan, tidak membatalkan puasa.”
5.      5. Keluar darah dengan bekam. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam“Telah batal puasa orang yang membekam dan yang dibekam.” (HR. Ahmad) Adapun keluarnya darah disebabkan mimisan, batuk, penyakit bawasir, cabut gigi, luka, untuk tes laboratorium, tusukan suntik, dan yang sejenisnya maka tidak membatalkan puasa, karena semua itu bukan termasuk bekam yang dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang.
      6. Muntah dengan sengaja, yaitu mengeluarkan apa yang ada di lambung berupa makanan atau minuman dari mulut. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,«من ذرعه القيء فليس عليه قضاء ومن استقاء عمدا فليقض»
“Barangsiapa terkalahkan oleh muntah (muntah tanpa sengaja) maka tidak ada qadha’ atasnya. Dan barangsiapa yang muntah dengan sengaja hendaknya dia mengqadha’.” (Diriwayatkan oleh Imam yang lima)
7. Keluar darah haid dan darah nifas. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Bukankah wanita apabila sedang haid tidak shalat dan tidak puasa?” kapan saja seorang wanita melihat darah haid atau darah nifas, maka puasanya batal, baik hal itu terjadi di siang hari atau di sore hari, bahkan walaupun beberapa saat sebelum maghrib.

Disarikan dari kitab Majalis Syahri Ramadhan Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah.

Categories: ,