PONDOK PESANTREN ABU BAKR ASH-SHIDDIIQ AL ISLAMI

Pondok Pesantren Abu Bakr Ash-Shiddiiq Al-Islami
---upaya mentarbiyah umat menjadi muslim ta'at---

JIMAT MERUSAK AQIDAH UMAT

oleh Asy-Syaikh Sholeh bin Fauzan bin Abdillah Alu Fauzan hafizhahullah




SOAL:

Kita perhatikan sebagian orang mereka menggantungkan atau mengikatkan di leher-leher atau tangan–tangan mereka semacam gelang yang diwarnai dengan sebagian warna-warna khusus, atau mereka mengikatkan benang-benang yang terbuat dari bulu hewan-hewan atau selainnya. Mereka menganggap bahwa mengikatkan /mengantungkan benda-benda ini dapat menjadi sebab tertolaknya gangguan, bahaya, dan kesusahan yang datang dari jin-jin atau selain jin. Maka apakah yang demikian adalah perbuatan yang diperbolehkan? Dan apa nasehat anda bagi orang-orang yang berbuat demikian ?



JAWAB : 

Menggantungkan/mengikatkan gelang atau pun memakainya, mengikatkan benang-benang dari bulu hewan atau mengikatkan selain benang dari bulu hewan, maka barang siapa yang melakukan hal itu dan dia berkeyakinan bahwa benda-benda tersebut dapat mencegah/ menolak terjadinya gangguan, bahaya, kemadhorotan atau dia berkeyakinan bahwa benda-benda tersebut dapat menghilangkan kemudhorotan yang telah terjadi bagi si pemakainya, maka perbuatan ini adalah termasuk syirik akbar (besar). 

Pelaku perbuatan ini keluar dari agama islam. Karena dia berkeyakinan bahwa benda-benda tersebut dapat mendatangkan manfaat dan dapat menghilangkan mudhorot. Padahal perkara mendatangkan manfaat dan menghilangkan madhorot tidak ada seorangpun yang berkuasa untuk melakukannya kecuali Allah.



Dan jika dia berkeyakinan bahwa Allah adalah dzat yang bisa mendatangkan manfaat dan Allah pula yang dapat menghilangkan mudhorot, adapun benda-benda tersebut hanya sebagai sebab saja. Maka ini adalah haram dan termasuk syirik ashghor (kecil) yang bisa menyeret pelakunya ke perbuatan syirik akbar. Hal ini karena dia telah menjadikan sesuatu itu sebagai sebab yang mana sesuatu itu Allah tidak menjadikannya sebagai sebab bagi datangnya manfaat atau kesembuhan.


Benda-benda yang dia gantungkan/ikatkan itu sama sekali bukan sebab. Allah menjadikan sebab-sebab kesembuhan itu salah satunya pada obat-obatan yang hukumnya mubah ataupun ruqyah yang syar’i.


Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah menyimpulkan pembahasan masalah ini dalam sebuah bab dalam kitab tauhid. Beliau berkata: “Bab: Termasuk perbuatan syirik memakai kalung/gelang dan benang dan selain keduanya dengan tujuan untuk menghilangkan bahaya/musibah atau dengan tujuan untuk menolak bahaya/musibah.”


Dibawakan dalam bab tersebut dalil-dalil diantaranya:
Hadits Imron bin husain, bahwasanya Nabi melihat seorang laki-laki yang ditangannya ada gelang yang terbuat dari tembaga/kuningan. 

Beliau berkata: “Benda apa ini?”. Laki-laki itu menjawab: ”Benda ini untuk mencegah”. Beliau berkata:”Lepaskan benda itu !Karena sesungguhnya benda itu tidak menambah kepadamu kecuali kelemahan. Maka jika sekiranya engkau mati dan benda itu masih engkau pakai, maka engkau tidak akan beruntung selamanya.” 
HR. Ahmad dengan sanad yang tidak mengapa (HR. Ahmad dalam musnadnya (445/4) dari hadits Imron bin Husain). Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim (Lihat Mustadrak Al Hakim (216/4)). Adz Dzahabi menetapkan hadits ini.


Ibnu Abi Hatim membawakan riwayat dari Hudzaifah, bahwasanya beliau melihat seorang laki-laki yang ditangannya ada benang yang digunakan untuk mencegah/menolak penyakit panas/demam. 

Maka Hudzaifah memutuskan benang itu dan membaca firman Allah Ta’ala (artinya):”Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, kecuali mereka dalam keadaan mempersekutukan Allah.” (QS. Yusuf : 106).

Dan jika dia berkeyakinan bahwa benda-benda tersebut dapat menolak gangguan jin, maka jin, tidak ada yang dapat menolak/mencegah gangguan/bahaya yang ditimbulkan oleh mereka kecuali hanya Allah yang mampu melakukannya. Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Dan jika menimpamu suatu godaan atau gangguan dari syaithon, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Q.S. Al A’raf : 200)


( Diterjemahkan oleh Al Akh Abu Sulaiman dari Majmu’ Fataawa Syaikh Sholeh bin Fauzan bin Abdillah Alu Fauzan, Muraja’ah Al Ustadz Abu ‘Isa Nurwahid )

Sumber : Buletin Dakwah Al Atsary, Semarang. Edisi 19/1427H

Categories: