PONDOK PESANTREN ABU BAKR ASH-SHIDDIIQ AL ISLAMI

Pondok Pesantren Abu Bakr Ash-Shiddiiq Al-Islami
---upaya mentarbiyah umat menjadi muslim ta'at---

AHLUL HAWaA SAMA DENGAN AHLUL BID'AH
oleh Asy-Syaikh Robi' bin Hadi Al-Madhkholy hafizhahullah




Soal:

Apakah ada perbedaan antara ahlul hawaa dan ahlul bid’ah?

Jawab:

Ahll bid’ah dan ahlul hawa itu sama saja. Ahlul bid’ah adalah orang yang mengikuti hawa nafsu. Baarokallohufiikum.  Firman Allah

((ومن أضل ممن اتبع هواه بغير هدى من الله)) 
((أفرأيت من اتخذ إلهه هواه وأضله الله على علم)
Siapakah yang lebih sesat dari orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa pentuntuk ilmu dari Allah. 

Tidakkah kamu melihat orang-orang yang  menjadikan hawa nafsunya sebagai ilaah(sesembahan), Allah sesatkan mereka di atas ilmu.

Kedua istilah itu sama saja.

(dari kaset: Hadama Qowaa’idu al-Mublisiin)


alih bahasa @admin Ashshiddiiq

Sumber
https://telegram.me/rabeenet


Transkrip

هل هناك فرق بين صاحب الهوى والمبتدع؟

 الجواب؛ 
المبتدع وصاحب الهوى واحد، المبتدعة أصحاب أهواء، بارك الله فيكم، ((ومن أضل ممن اتبع هواه بغير هدى من الله)) ((أفرأيت من اتخذ إلهه هواه وأضله الله على علم)) كلهم سواء.

[شريط بعنوان: هدم قواعد الملبسين]

Read More …

TIDAK BOLEH MEMASTIKAN BAHWA SESEORANG MERUPAKAN PENDUDUK NERAKA
 oleh Asy-Syaikh Robi' bin Hadi al-Madhkholy





Soal:
Sungguh para pelaku penyimpangan manhaj telah dijuluki dengan sebutan naariyah(penduduk neraka). Apakah boleh bagiku mengatakan kepada pelaku bid’ah “sesungguhnya kamu adalah penghuni neraka”?

Jawab:

Tidak boleh, dalil-dalil ancaman terhadap pelaku bid'ah/kesesatan mesti diterangkan dan dijelaskan. Akan tetapi tidak dipakai untuk menghukumi perseorangan secara langsung. Kamu tidak tahu, munkin saja pada suatu masa dia bertaubat dan keadaan dia menjadi lebih baik daripada dirimu. Bahkan dimasukan ke dalam surga lebih dahulu daripada kamu. 

Hal tersebut merupakan kelancangan terhadap Allah, karena telah mendahului ketetapan Allah dalam menghukumi siapa-siapa yang pantas dimasukan ke neraka. Mengatakan langsung kepada pelaku bid’ah bahwa “engkau (wahai fulan pelaku bid’ah) adalah penduduk neraka ” adalah metode yang salah lagi sesat...menggiring ke neraka.

(dari rekaman: As-Sairu ‘ala Minhaji As-Salafi)

alih bahasa oleh @admin ashshiddiiq

Sumber:
https://goo.gl/3P66Bx

Transkrip


لقد سميت أهل المناهج الضالة بالنارية هل أستطيع أن أقول لصاحب بدعة إنك من أصحاب النار؟


 الجواب؛
 لا، نصوص الوعيد تُحكى وتُقال، لكن بالنسبة للأشخاص لا، وما يدريك لعل هذا يتوب ويصير أحسن منك، قد يدخل الجنة قبلك، وهذا من التألي على الله، أنت بهذا تتألى على الله، يقول الله لك: "من ذا الذي يتألى علي"، أنت لا تتألى على الله عز وجل، الطرق هذه طرق ضلال، وتؤدي إلى النار...
[شريط بعنوان: السير على منهج السلف]


Read More …

TAQWA DAN KEJUJURAN
oleh Asy-Syaikh Robi' bin Hadi Al-Madhkholy hafizhahullah




Soal :

Apakah diperbolehkan berdusta atas ahlil bid'ah dan selain mereka dari orang-orang sesat ?

Jawab:

Tidak boleh berdusta atas orang kafir ataupun ahlul bid'ah.dan terhadap siapapun.yang seperti itu tidak diperbolehkan.engkau berdusta atas  fulan. Engkau katakan bahwa fulan padanya ada begini dan begini. Jamaah fulaniyyah pada mereka terdapat hal ini begini dan begini.na'uudzubillah. Yang demikian itu tidak diperbolehkan.

Kita jelaskan apa yang ada pada mereka berupa kesesatan. Kita nukilkan dari kitab-kitab mereka atau dari jalan-jalan lain kemudian kita bantah mereka secara ilmiyyah. Inilah yang seharusnya kita lakukan.dan kita memohon kepada Allah agar semua salafi melakukan hal seperti ini.

Selamanya Kami  TIDAK AKAN BERPENDAPAT bahwa  muslim boleh untuk berdusta atas muslim yang lain ataupun pada orang kafir sekalipun.

kesimpulan: TIDAK BOLEH BERDUSTA ATAS NAMA SEORANG MUSLIM, AHLUL BID'AH, ORANG SESAT DAN ORANG KAFIR.


alih bahasa admin @ashshiddiiq

sumber:
https://goo.gl/3P66Bx

transkrip

هل يجوز الكذب على أهل البدع وغيرهم من أهل الضلال؟

 الجواب؛ 
 لا يجوز الكذب لا على كفار ولا على أهل بدع، ولا على أحد، لا يجوز، تفتري على أحد تقول فلان فيه وفيه والجماعة الفلانية فيها وفيها، نعوذ بالله، لا يجوز، نحن نبين ما عندهم من الضلال ننقله من كتبهم أو من الوسائل الأخرى بالحرف، ثم نناقشها علميا، هذا الذي نفعله، ونسأل الله أن كل السلفيين يفعل هذا، ولا نرى أبدا، ونعوذ بالله، لا نرى لمسلم أن يفتري على مسلم أو كافر أبدا.
[شريط بعنوان: تقوى الله والصدق]




Read More …

JAGALAH LISANMU WAHAI SAUDARAKU!
olehAl-Allamah Robi’ bin Hadi al Madhkholi hafizhahulloh 




Al-Allamah Robi’ bin Hadi al Madhkholi hafizhahulloh berkata:



Ikatlah lisanmu dengan takwa kepada Allah dan dengan muroqobah (merasa diawasi) oleh Allah serta hendaklah engkau merasa bahwa Allah mengawasi segala kebathilan dan kejelekan yg terbersit di hatimu.

Jangan engkau menggerakkan lisanmu untuk sebuah kejelekan dan kebathilan karena sesungguhnya Allah adalah pengawasnya dan malaikat mencatat perkara itu.

وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ
10. Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu),
كِرَامًا كَاتِبِينَ
11. yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu),
يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ
12. mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS. Al-Infithor:10-12)

alih bahasa @admin ashshiddiiq

transkrip
قال العلامة ربيع بن هادي المدخلي حفظه الله:
قيِّد لسانك بتقوى الله تبارك وتعالى، ومراقبة الله، واستشعر أنك ما يخطر في قلبك من باطل وشر إلا وربك مطَّلع عليه سبحانه وتعالى ولا يتحرك لسانك بشر وباطل إلا والله مراقبك والملائكة يكتبون ذلك عنك (وإن عليكم لحافظين كراما كاتبين يعلمون ما تفعلون إن الأبرار لفي نعيم وإن الفجار لفي جحيم)
 [المجموع ١/ ٨٥].

Sumber:
https://goo.gl/3P66Bx

Read More …

7 PEMBATAL PUASA

oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al'Utsaimin Rohimahullah










      
       1.  Jima’(bersetubuh)
·         Kapan saja seorang yang berpuasa melakukan hubungan dengan isterinya maka puasanya batal, baik itu puasa wajib atau puasa sunnah.
·         Jika hal itu dilakukan di siang hari ramadhan dan puasanya adalah puasa wajib, maka harus diganti dan membayar kaffaroh mugholazhoh; yaitu membebaskan budak, jika tidak menemukan budak bisa dengan puasa dua bulan berturut-turut, tidak boleh bolong walaupun satu hari selama dua bulan tersebut kecuali ada udzur syar’i seperti bertepatan dengan hari ‘Iedul Fithri, I’edul Adha, dan hari tasyriq yang ada larangan berpuasa. Atau karena udzur hissi, seperti jatuh sakit atau safar yang tidak dibuat-buat hanya untuk berbuka. Tetapi bila dia berbuka tanpa udzur walaupun satu hari saja maka harus mengulang dari awal lagi.
·         Apabila tidak mampu berpuasa selama dua bulan berturut-turut maka dengan memberi makan enam puluh orang miskin. Setiap orang miskin mendapat jatah setengah kilo sepuluh gram gandum yang baik. Boleh juga dengan beras tapi harus disesuaikan timbangannya, jika beras jenis barangnya lebih berat dari gandum maka ditambahkan takarannya sesuai dengan gandum, jika lebih ringan maka dikurangi takarannya. Dalam sebuah hadits, bahwasanya ada seorang shahabat yang telah melakukan hubungan dengan isterinya di (siang) ramadhan. Lalu dia meminta fatwa kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, maka beliau berkata, “Apakah kamu mendapati budak (untuk dibebaskan)?” orang tadi menjawab, tidak ada. Beliau melanjutkan, “apakah kamu mampu berpuasa dua bulan (berturut-turut)?” orang tadi menjawab, tidak mampu. Kemudian beliau berkata, “kalau begitu berilah makan enam puluh orang miskin.” (HR. Muslim)
2.      
      2. Keluar mani dengan kehendaknya, baik disebabkan ciuman, sentuhan, masturbasi, atau yang lainnya. Karena semua itu adalah syahwat yang mana puasa tidak akan teranggap kecuali dengan menjauhinya. Hal ini Sebagaimana dalam hadits qudsi, “Dia meninggalkan makannya, minumnya, dan syahwatnya hanya karena Aku.” (HR. Al-Bukhari)
    3. Makan dan minum, yaitu sampainya makanan dan minuman ke tenggorokan melalui mulut dan hidung, dalam bentuk apapun makanan dan minuman itu. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
{وكلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخيط الأبيض من الخيط الأسود من الفجر ثم أتموا الصيام إلى الليل}
“Dan makan minumlah hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam” (QS. Al-Baqarah: 187)
Dan sa’uth (obat yang dimasukkan ke hidung) masuk dalam kategori makan dan minum, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam hadits Laqith bin Sabirah, “Dan bersungguhlah engkau dalam beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) kecuali bila dalam keadaan puasa.” (Diriwayatkan oleh yang lima dan dishahihkan At-Tirmidzi)
4. Sesuatu yang bermakna makan dan minum, yaitu ada dua:
1.      Transfusi darah. Seperti seorang yang berpuasa mengalami perdarahan hebat sehingga membutuhkan transfusi darah. Yang seperti ini membatalkan puasa, karena darah adalah energi puncak dari makan dan minum. (Syaikh Al-Utsaimin berkata, ini adalah pendapat yang dahulu aku pegang. Kemudian tampak bagiku bahwa transfusi darah tidak membatalkan puasa, karena tidak masuk dalam kategori makan minum dan yang semakna dengannya. Hukum asal adalah tetapnya puasa hingga jelas ada sesuatu yang merusaknya.)
2.      Suntik infus. Seorang yang diinfus tidak akan butuh kepada makan dan minum. Ini juga membatalkan puasa. Karena walaupun infus tidak disebut makan dan minum, tetapi ia masuk dalam kategori keduanya, sehingga hukumnya juga sama.

Adapun suntik biasa tidak membatalkan puasa, baik disuntik melalui otot atau uratnya. Walaupun didapati ada rasa panas ditenggorokannya tetap tidak membatalkan puasa. Karena hal itu tidak disebut makan dan minum atau semakna dengan keduanya, sehingga hukumnya berbeda. Dan tidak menjadi masalah dengan didapatinya rasa di tenggorokan dari selain makan dan minum. Oleh karena itu para fuqoha’ kita berkata, “Seandainya dia melumuri telapak kakinya dengan buahhanzhol (sejenis labu yang pahit rasanya) dan dia mendapati rasanya di tenggorokan, tidak membatalkan puasa.”
5.      5. Keluar darah dengan bekam. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam“Telah batal puasa orang yang membekam dan yang dibekam.” (HR. Ahmad) Adapun keluarnya darah disebabkan mimisan, batuk, penyakit bawasir, cabut gigi, luka, untuk tes laboratorium, tusukan suntik, dan yang sejenisnya maka tidak membatalkan puasa, karena semua itu bukan termasuk bekam yang dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang.
      6. Muntah dengan sengaja, yaitu mengeluarkan apa yang ada di lambung berupa makanan atau minuman dari mulut. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,«من ذرعه القيء فليس عليه قضاء ومن استقاء عمدا فليقض»
“Barangsiapa terkalahkan oleh muntah (muntah tanpa sengaja) maka tidak ada qadha’ atasnya. Dan barangsiapa yang muntah dengan sengaja hendaknya dia mengqadha’.” (Diriwayatkan oleh Imam yang lima)
7. Keluar darah haid dan darah nifas. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Bukankah wanita apabila sedang haid tidak shalat dan tidak puasa?” kapan saja seorang wanita melihat darah haid atau darah nifas, maka puasanya batal, baik hal itu terjadi di siang hari atau di sore hari, bahkan walaupun beberapa saat sebelum maghrib.

Disarikan dari kitab Majalis Syahri Ramadhan Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah.
Read More …

BAHAYA!  
MENINGGALKAN SHOLAT MERUPAKAN PENYEBAB SEORANG JADI KAFIR


oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al 'Utsaimin rahimahullah







Soal :



Apa yang dilakukan seseorang apabila ia mengajak keluarganya untuk menjalankan sholat tetapi mereka tidak mau mendengarkannya. Apakah orang tersebut tetap tinggal di rumah bersama keluarganya atau keluar dari rumahnya ?




Jawab :


Apabila keluarga tersebut tidak menjalankan sholat terus-menerus, maka hukumnya adalah kafir, murtad dan keluar dari islam. Tidak boleh seseorang tersebut tinggal bersama mereka. 

Tetapi wajib baginya untuk terus mendakwahi keluarganya, dan mudah-mudahan Allah memberikan hidayah kepada keluarganya, karena seseorang yang meninggalkan sholat adalah kafir. Dalilnya adalah dari Al Qur’an, As Sunnah, perkataan Sahabat, dan pandangan hati yang shahih (benar).





Adapun dalil dari Al Qur’an adalah (firman Allah Ta’ala yang artinya ) :

“Apabila mereka bertaubat, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat, maka mereka adalah saudara-saudara kalian seagama.” (QS. At Taubah: 11).




Dapat dipahami dari ayat tersebut adalah apabila mereka tidak melakukan yang demikian (taubat, sholat, dan menunaikan zakat) maka mereka bukan dari saudara-saudara kalian seagama. Persaudaraan dalam agama tidak akan terputus dengan perbuatan maksiat, meskipun dosa besar. Tetapi akan terputus apabila seseorang keluar dari Islam.


Adapun dari As Sunnah adalah sabda Nabi ‘alaihishalaatu wasallam yang artinya:
“Jarak antara laki-laki(seseorang)dengan kekafiran dan kesyirikan adalah meninggalkan sholat.” (HR. Tirmidzi, dan beliau berkata: hadist hasan shahih).


“Perjanjian antara kami dengan mereka adalah sholat. Barangsiapa yang meninggalkannya maka sungguh dia telah kafir.” (Imam Nawawi berkata: HR. Tirmidzidalam kitab Al Iman dengan sanad yang shahih).

Adapun dari perkataan sahabat: Berkata Amirul mukminin Umar Bin Khattab radliyallahu anhu yang artinya: “Tidak akan beruntung (binasa) bagi seseorang yang meninggalkan sholat.”

Berkata Abdullah Bin Syaqiq radliyallahu anhu yang artinya : 
“Para sahabat Nabi ‘alaihisshalaatu wasallam tidak melihat suatu amalan yang menyebabkan kekufuran apabila ditinggalkan selain sholat.”


Adapun dari pandangan hati yang shahih (lurus), maka saya katakan: “Apakah masuk akal bagi seseorang yang memiliki keimanan sebesar biji dalam hatinya, mengetahui keagungan sholat, dan inayah (pertolongan) yang diberikan Allah dengannya kemudian dia memelihara untuk terus meninggalkan sholat ??….. ini adalah mustahil.

Apabila telah jelas kekafirannya maka ada beberapa hukum yang terkait dengannya :

1.Tidak sah hukum menikahinya. Apabila telah terjadi akad dengan seorang suami yang tidak sholat, maka hukum pernikahannya bathil dan tidak halal seorang suami tersebut bagi seorang isteri. Dalilnya adalah (firman Allah yang artinya) :




“Jika kalian telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka jangan kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka.” (QS. Al Mumtahanah: 10)



2.Tidak halal sembelihannya. Tidak boleh memakan sembelihannya.





3.Tidak halal baginya memasuki Mekkah al Mukarromah. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis. Maka janganlah mereka mendekati masjidil harom sesudah tahun ini (setelah turun ayat ini, yaitu pada tahun ke-9 hijriah). (QS. At Taubah: 28)


4.Tidak ada hak waris baginya. Apabila seseorang mati meninggalkan satu anak yang tidak sholat dan satu anak dari pamannya, maka yang berhak mendapatkan waris adalah anak pamannya.Rasulullah ‘alaihishalaatu wasallam bersabda: “Tidak mewariskan muslim atas kafir dan orang kafir atas muslim.” (HR Bukhari & Muslim)



5.Apabila mati, tidak boleh dimandikan, dikafani, disholatkan, dan di kubur di kuburan kaum muslimin. Kemudian apa yang harus kita lakukan ? Kita kuburkan dia di padang pasir/sahara dengan baju yang menempel padanya.

6.Dibangkitkan di hari kiamat bersama Fir’aun, Hamman, Qorun, Ubay Bin Kholaf, dan yang lainnya dari pemimpin orang-orang kafir. Wal ‘iyadzubillah. Mereka (orang-orang kafir) Tidak masuk surga dan tidak boleh bagi keluarganya mendo’akan rahmat dan ampunan baginya karena dia telah kafir.

Masalah ini sangat membahayakan, namun kebanyakan kaum muslimin meremehkannya dan membiarkan keluarganya meninggalkan sholat. Ini tidak boleh.

(Diterjemahkan oleh Al Ustadz Abu ‘Isa Nurwahid dari Kitab Al As’ilah Al Muhimmah)


Sumber : Buletin Da’wah Al Atsary, Semarang Edisi VII/1427/TH.I



Read More …

WASPADA!
JANGAN BEROBAT KE DUKUN


oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al 'Utsaimin rahimahullah





Soal:



Syaikh, bagaimana hukumnya seseorang yang pergi bersama anaknya yang sakit ke seseorang yang dituankan atau dukun untuk meminta kesembuhan. Kemudian menyembelih domba jantan dan sebagian sembelihan tersebut dipersembahkan kepada jin? Berikan fatwa kepada kami !



Jawab:

Apabila dia seseorang yang jahil maka ajarkanlah kepadanya yang benar. Sedangkan apabila telah datang hujjah padanya dalam keadaan dia tetap berkeyakinan bahwa tuan atau dukun itu adalah seseorang yang bisa mendatangkan manfaat dan mudharat selain Allah, maka dia dihukumi kafir. Ini setelah diajarkan yang benar dan dan sampainya dakwah dari ayat-ayat Allah dan hadits Rasul-Nya.

Rasulullah bersabda yang artinya:
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal/dukun dan bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari”.

Allah berfirman yang artinya :
“Dan orang-orang yang kalian seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.” (Q.S. Faathir: 13)
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat mengabulkan (do’a) nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do’a mereka.” (Q.S. Al Ahqaf : 5)

“Hai manusia telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah oleh kalian perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kalian seru selain Allah, sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” (Q.S. Al Hajj : 73)

Yang demikian haram hukumnya. Tidak boleh seseorang memberikan nama padanya sebagai sayyid (tuan). Peramal/dukun adalah dajal pendusta. Wajib bagi pemimpin pemerintah menangkap dan memenjarakannya sampai dia bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan membunuhnya karena dia membuat kerusakan dan keraguan pada aqidah kaum muslimin, memerintahkan manusia untuk menyembelih dan dipersembahkan kepada jin-jin.

Rasululah bersabda yang artinya:
“Allah telah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah”.
Allah berfirman yang artinya :


“Maka dirikanlah shalat untuk Rabbmu dan berkorbanlah.” (Q.S. Al Kautsar: 2)


“Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itu yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (Q.S. Al An’am : 162 – 163)

Jin adalah makhluk yang tidak mengetahui perkara ghaib sedikitpun. Pergerakan mereka berada di tangan Allah. Apabila kuat aqidah kita maka mereka (jin) akan takut kepada kita tetapi apabila goncang aqidah kita, kita akan mendengar fulan dikatakan terkena penyakit (karena gangguan jin) epilepsi (ayan), fulan menjadi gila, fulan…,fulan… sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla yang artinya :


“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki diantara jin, maka jin-jin itu menambah dosa bagi mereka.” (Q.S. Al Jin : 6)

Yaitu apabila manusia dalam keadaan mereka takut kepada jin, maka jin akan sewenang-wenang dan melampaui batas dalam mempermainkan manusia.
Bagi peramal/dukun agar mereka kembali bertaubat dan menyandarkan dirinya (dalam mencari rizki) kepada Allah, karena Dia berkuasa untuk memberikan rizki kepadanya.


Allah ‘Azza wa Jalla berfirman yang artinya:
“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semua tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (Huud: 6)

Rizki hanya milik Allah ‘Azza wa Jalla. Haram atas peramal/dukun merampas atau mengambil harta manusia dengan tipuan dan kedustaan.
Kami nasehatkan kepada saudara-saudara kaum muslimin membaca kitab Tath-hiru Al I’tiqad oleh Imam Ash Shon’any, dan Kitabut Tauhid oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Karena kitab-kitab tersebut adalah kitab yang sangat berharga dalam pembahasan itu.

Orang yang meyakini tukang ramal, dukun dan tukang sihir bahwa mereka bisa mendatangkan manfaat dan menolak mudharat selain Allah maka dia meragukan Al Quran .


Allah ‘Azza wa Jalla berfirman yang artinya :
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib ; tidak ada yang mengetahui kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (Q.S. Al An’am: 59)

Allah adalah dzat yang mengetahui perkara ghaib. Barang siapa yang mendakwa/mengklaim dirinya mengetahui perkara ghaib bersama Allah maka dia telah kafir. Dan tidak boleh sholat di belakangnya (menjadi ma’mum padanya).

(Diterjemahkan oleh Al Ustadz Abu ‘Isa Nurwahid dari Kitab Ijaabatu As Saail ‘Ala Ahammi Al Masaail )


Sumber : Buletin Dakwah Al Atsary, Semarang Edisi X/Th.I
Read More …

Ramadhan nan barokah tlah tiba.. sibukkan diri dengan ibadah, meraih pahala dan faidah ilmiah.

HADIRILAH DAUROH RAMADHAN DAN BUKA PUASA BERSAMA!


Read More …

JANGAN IKUT SHOLAT BERJAMA'AH BERSAMA IMAM SHOLAT YANG BERISTIGHOSAH KEPADA ORANG MATI 



( Makna istighasah : meminta pertolongan/bantuan dalam kondisi yang sangat membutuhkan/sangat darurat )


Soal : Apakah sah sholat yang aku lakukan dengan menjadi makmum di belakang seorang imam yang dia beristighasah kepada selain Allah ? Dan orang yang menjadi imam shalat tersebut sering mengucapkan kalimat-kalimat seperti ini :

“Kami beristighasah kepada engkau wahai Jailani (Abdul Qadir Jailani yang telah mati).” Jika aku tidak menemukan orang selain dia untuk shalat menjadi makmum di belakangnya dalam shalat berjama’ah di masjid, maka apakah boleh bagiku untuk shalat di rumahku? (Tidak berjama’ah di masjid karena imam shalatnya adalah orang yang beristighasah kepada selain Allah).


Jawab : Tidak boleh bagimu untuk shalat dengan menjadi makmum di belakang orang-orang musyrik. Dan termasuk dari golongan orang-orang yang dihukumi musyrik adalah orang yang beristighasah kepada selain Allah. Hal ini karena istighasah kepada selain Allah dengan meminta pertolongan/bantuan dalam kondisi yang sangat membutuhkan/sangat darurat kepada orang-orang yang sudah mati, berhala/patung-patung, jin-jin dan yang selainnya adalah merupakan perbuatan syirik kepada Allah.

Adapun beristighasah kepada orang yang masih hidup, yang orang itu hadir/ada, dan dia memiliki kemampuan untuk membantu engkau dari apa yang engkau minta tolong padanya ( syarat lainnya : orang itu mendengar, tidak dalam keadaan tuli/tidur. Keterangan Syaikh Shalih Alu Syaikh) , maka hal ini tidak mengapa. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla tentang kisah Musa ‘alaihissalam (artinya) : ” maka orang yang berasal dari golongan Musa meminta pertolongan kepada Musa, agar Musa membantunya untuk mengalahkan musuhnya ( yang berasal dari golongan fir’aun).” (Q.S. Al Qashash : 15)

Dan jika engkau tidak mendapatkan imam yang muslim selain imam yang musyrik tadi untuk engkau shalat di belakangnya, maka boleh bagimu untuk shalat di rumahmu.


Dan jika engkau mendapatkan ada jama’ah kaum muslimun yang mereka sanggup untuk shalat di masjid tersebut dengan diimami seorang imam yang muslim, sebelum atau sesudah imam yang musyrik itu mengimami shalat, maka shalatlah engkau bersama jama’ah kaum muslimin tersebut.


Dan jika kaum muslimin mempunyai kemampuan untuk memberhentikan/memecat imam yang musyrik itu sebagai imam di masjid tersebut dan kemudian kaum muslimin mereka memilih / menunjuk seorang imam baru yang muslim untuk shalat mengimami manusia, maka perkara ini wajib dilakukan oleh kaum muslimin.

Hal ini karena yang demikian termasuk bagian dari amar ma’ruf dan nahi munkar dan perkara tersebut untuk menegakkan syari’at Allah di bumi-Nya. Akan tetapi perkara yang demikian memungkinkan untuk dilakukan selama tidak menimbulkan fitnah.


Perkara amar ma’ruf dan nahi munkar ini berdasarkan firman Allah ta’ala (artinya) : ” Dan orang-orang mu’min yang laiki-laki dan orang-orang mu’min yang perempuan sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagai yang lain. Mereka memerintahkan untuk menjalankan kebaikan dan melarang dari perbuatan yang munkar “. (Q.S. At Taubah :7)

Dan firman Allah (artinya) : “Maka bertakwalah kalian kepada Allah sesuai dengan kadar kemampuan kalian ” (Q.S. At Taghaabun : 16)
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya ) : “Barang siapa diantara kalian yang melihat suatu perbuatan munkar, maka hendaklah dia rubah dengan tangannya. Jika dia tidak mampu maka dengan lisannya. Dan jika dia tidak mampu, maka dengan hatinya. Yang demikian itu (merubah kemungkaran dengan mengingkari dalam hati ) adalah selemah-lemahnya iman “.( Riwayat Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya)



(Diterjemahkan oleh Al Akh Abu Sulaiman dari ‘Fataawa wa Maqaalaat bin Baaz ’, Muraja’ah Al Ustadz Abu ‘Isa Nurwahid)


Sumber :Buletin Dakwah Al-Atsary, Semarang Edisi 12/Th.I
Read More …